Sabtu, 27 Oktober 2007

MANAJEMEN KOMUNIKASI PUBLIK


Pengantar
Kalau kita bicara tentang komunikasi publik secara umum, maka dimaksud tidak lain adalah setiap interaksi yang dilakukan seseorang terhadap sejumlah orang (publik), maka komunikasi tersebut dikategorikan sebagai komunikasi publik. Karena itu sering dikatakan pula bahwa komunikasi publik itu bisa kita lihat dalam bentuk publik speaking, walaupun pada akhirnya, end product-nya pada akhirnya akan melahirkan suatu kebijakan tertentu.

Manajemen Komunikasi Publik
Menurut Paisley (Rice & Atkin, 1989: 15 – 16) kampanye mengenai komunikasi publik dapat dilakukan dengan menggunakan objective approach, atau dapat juga dengan melalui pendekatan methods. Yang menggunakan pendekatan obyektif, menurut Peisley, pendekatan ini mencoba menjelaskan bagaimana strategi kontrol sosial yang ada mampu menjelaskan bagaimana kelompok yang satu mampu mempengaruhi yang lainnya melalui pendekatan-pendekatan komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan atau tingkah laku dari kelompok yang menjadi sasarannya.

Beberapa Pemikiran
Apabila suatu kampanye kita anggap sebagai suatu strategi dari bentuk kontrol sosial, maka hubungannya dengan macam kontrol sosial lainnya akan mengundang pemikiran-pemikiran baru yang perlu diperdebatkan.
Dalam bidang politik, setiap warga dijamin haknya untuk berbicara dan menyatakan pendapatnya di muka publik, berhak untuk menyatakan ketidakpuasannya melalui suatu aksi unjuk rasa, misalnya. Kesemuanya itu akan berjalan dengan baik dan selalu berada dalam koridor aturan yang berlaku adalah akibat dari suatu pendidikan politik yang berkelanjutan. Tidak itu saja, akan tetapi juga akan banyak pula ditentukan oleh kematangan para pemimpinnya di dalam membawa aspirasi itu dengan tertib. Kesemuanya ini menuntut suatu manajemen komunikasi publik yang baik.
Sering pula orang beranggapan bahwa di Negara-negara yang tingkat pendidikannya relative masih rendah, maka unsur pendidikan adalah merupakan a quick solution untuk semua masalah perubahan yang diharapkan. Bahkan dikatakanbahwa bila komponen pendidikan tidak dijalankan dengan baik, jangan diharapkan komponen lainnya (komunikasi dan informasi) dapat mengikuti dengan baik pula.
Dilihat dari tingkatan atau derajat efektivitasnya, maka ada beberapa masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan menduduki ranking paling atas di dalam membawa suatu perubahan, walaupun dalam pelaksanaannya sering dipakai sebagai strategi yang kedua setelah engineering. Sementara itu enforcement ada pada ranking tertinggi dalam masyarakat yang authoritarian, di mana perlawanan-perlawanan yang datangnya dari publik tidak memungkinkan mengadili pemerintahnya. Di dalam masyarakat seperti inilah maka pemerintahnya sering melahirkan aturan-aturan atau perundang-undangan yang controversial sifatnya dan tidak mencerminkan apa yang di kehendaki oleh publiknya.

Bagaimana Kampanye Harus Dilakukan
Dalam kampanye biasanya disebut dengan kampanye yang modern biasanya mereka meminjam cara-cara atau teknik yang biasa digunakan oleh para jurnalis, prosedur media, para pendidik atau para spesialis dalam hal kelompok kecil, yang umumnya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan persuasive. Pada perancang suatu kampanye biasanya mencoba membuat suatu sintesa dari teknik-teknik yang beragam itu kemudian mendisain untuk berbagai khalayak sasaran pada umumnya hidup atau tinggal di lingkungan komunikasinya sendiri-sendiri. Dari sini biasanya pesan-pesan itu di filter sesuai dengan lingkungan komunikasinya, baik diungkapkan dalam bentuk responsnya atau reaksinya menurut cara-caranya sendiri. Respons atau reaksi tersebut biasanya juga berdasarkan atas altruisme-nya, atau atas kepentingan untuk dirinya sendiri, tetapi juga yang mendasarkan atas dasar perasaan takutnya.

Keberhasilan sautu Kampanye
Keberhasilan suatu kampanye juga terkadang sangat tergantung dari adanya publik perception, di mana isu-isu yang potensial dalam kampanye muncul beberapa media. Umumnya media masa sering menampilkan isu-isu kampanye sebagai bagian dari agenda medianya masing-masing. Di dalam agenda media biasanya ditampilkan mana-mana isu-isu potensial yang mendukung dan mana-mana isu-isu potensial yang disebut juga sebagai apposing issue.

Political Marketing
Political marketing tidak lain adalah cara baru atau kontemporer dalam kampanye politik. Di sini betul-betul cara atau teknik marketing dimanfaatkan untuk mendukung suksesnya seseorang kandidat terpilih dalam sautu pemilihan. Yang diperjuangkan adalah jabatan-jabatan politik. Teknik marketing telah mengubah cara-cara kampanye tradisional ke cara-cara yang modern kontemporer.
Apa yang ingin dicapai dalam political marketing? Yang ingin dicapai adalah:
1) Terbentuknya suatu opini publik tertentu.
2) Mampu memenangkan suara.
3) Mampu membentuk suatu kebijakan publik, baik pada tataran eksekutif maupun pada tataran legislative, dan juga pada tataran yang lebih luas.
Umumnya iklan sasarannya dalah individu yang anonym, akan tetapi hubungan antara pengiklanan dengan caln pembelinya biasanya bersifat langsung dan tidak memakai perantara lagi. Jadi dasar pilihannya ada pada dirinya sendiri.
Iklan politik pada dasarnya menggambarkan suatu mekanisme yang konvergen sifatnya. Jadi sifat utama dari iklan politik adalah one-to-many communication terhadap individu-individu dalam masa heterogen sifatnya. Inilah yang membedakan antara iklan politik dengan propaganda.
Propaganda pada umumnya merupakan suatu mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan symbol-simbol untuk memperkenalkan atau menawarkan suatu sosial orde tertentu melalui suatu kepercayaan yang umum atau biasa, berbagai nilai melalui suatu kepercayaan yang umum atau biasa, berbagai nilai dan adanya overlapping expectations. Tujuannya adalah menaikkan indentifikasi anggota pada kelompoknya. Bisa dalam kategori bangsa, Negara, korporasi universitas, asosiasi kepentingan tertentu.
Bagaimana cara kerjanya, jadi cara kerja iklan propaganda berbeda:
1) Sasarannya bukan individu dalam kelompok, justru orang-orang independent/ bebas dan lepas sama sekali dari kelompoknya.
2) Yang dituju bukan kepada indentifikasi orang dalam kelompok, tapi justru mencoba agar orang lepas dari kelompoknya, ketika ia lepas maka disitulah ia menjadi mangsa iklan.

Penutup
Uraian di atas hanyalah baru dalam tataran umum, namun demikian paling penting sedikit saya mencoba menjelaskan bahwa dalam manajemen komunikasi publik, yang pada akhirnya akan bermuara juga pada bentuk-bentuk kampanye politik akan merupakan gambaran yang umum bahwa sasaran terakhir adalah terbentuknya suatu opini di mana kebijakan atau policy dapat dirancang dan disebar luaskan. Keberhasilan lebih banyak tergantung pada beberapa faktor antara lain: cara pendekatannya, pendekatan dapat menggunakan acuan suatu hasil penelitian palangan atau suatu agenda dalam media, tergantung pula dari kemampuan manajer kampanye yang professional dengan memanfaatkan semua resources yang ada. Keprofesionalannya dalam bidang komunikasi menjadi tumpuan utamanya, sementara media massa harus pula menjadi andalan keberhasilannya.

MANAJEMEN STRATEGIK SEBAGAI PARADIGMA BARU DILINGKUNGAN ORGANISASI PENDIDIKAN


Dalam bidang ekonomi khususnya di lingkungan badan usaha (perusahaan dan industri) yang mengembangkan manajemen secara teoritis dan praktis, manejemen trategik telah cukup lama di kenal dan dikembangkan. Berbeda dengan lingkungan organisasi non profit di bidang pemerintahan, termasuk di bidang pendidikan, kehadiran manajemen strategic pada dasarnya merupakan satu paradigma haru, karena keberhasilannya dilingkungan organisasi bisnis, masih harus diuji bila diimplementasikan pada lingkungan organisasi non profit.
Sebelum membahas pengertian manajemen strategik dan dengan mempehatikan perbedaan dan persamaan pengimplementasiannya, perlu ditekankan bahwa pengimplementasian salah satu jenis manajemen yang dipilih teramsuk manajeme strategic, tidak dilarang bagi semua organisasi non-profit bidang pemerintahan termasuk pendidikan, selama tidak berdampak merugikan dan sebaliknya diyakini akan memberikan nilai tambah yang positif dalam usaha mencapai tujua.
1. PENGERTIAN MANAJEMEN STRATEGIK
Manajemen strategic merupakan rangkaian dua perkataan terdiri dari “manajemen” dan “strategik” yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminology berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Dalam perjalanan sejarahnya di lingkungan organisasi profit, pengertian manajemen strategic ternyata telah semakin berkembang. Salah satu diantaranya mengatakan bahwa manajemen strategik adalah “proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan mengluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang di buat oleh suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya”. Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek yang penting antara lain:
a. Manajemen strategic merupakan proses pengambilan keputusan.
b. Keputusan yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang berarti berkenaan dengan aspek-aspek yang penting dalam kehidupan sebuah organisasi, terutama tujuannya dan cara melaksanakan atau cara menyampainya.
c. Perubahan keputusan tersebut harus dilakukan atau sekurang-kurangnya melibatkan pimpinan puncak sebagai penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya.
d. Pengimplementasian keputusan etrsebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan strategiknya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi, dalam arti seluruhnya harus mengetahui dan menjalankan peranan sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
e. Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak yang harus diimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi dalam bentuk kegiatan/ pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan strategic organisasi.
Pengertian lain mengatakan bahwa manajemen strategic adalah: “usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuan yang telah diteatpkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan”. Dari pengertian tersebut terdapat konsep yang secara relative lebih luas dari pengertian pertama yangmenekankan bahwa “manajemen strategic merupakan usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi”. Yang mengharuskan manajer puncak dengan kekuatan organisasi yang sesuai dengan misinya yang harus ditumbuhkembangkan, guna mencapai tujuan strategic yang telah ditetapkan. Untuk itu setiap peluang atau kesempatan yang terbuka harus dimanfaatkan secara optimal.
Pengetian yang ketiga mengatakan bahwa “manajemen strategic adalah arus keputusan dan kedudukan yang mengarah pada pengembangan suatu strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi”. Pengetian ini menekankan bahwa arus keputusan dari para pimpinan organisasi dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan satu atau lebih strategi, dengan memilih yang paling efektif atau yang paling handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Pengertian keempat mengatakan bahwa: “manajemen strategic adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan tetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan suatu perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan atau jasa serta pelayanan yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategik) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi”. Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa manajemen strategic merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memenuhi, dan bergerak secara serentak (bersama-sama) ke arah yang sama pula. Komponen pertama adalah perencanaan strategic dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujua strategik dan strategi utama (induk) organisasi. Sedang komponen kedua adalah perencanaan operasional dengan unsur-unsurnya, sasaran atau tujuan operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian. Fungsi pelaksanaan dan fungsi pengangguran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja (network) internal dan eksternal, fungsi control dan evaluasi serta umpan balik. Disamping itu dari pengertian manajemen strategic yang terakhir/ keempat dapat diketahui adanya beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Manajemen strategis di wujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar, dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk rencana strategis (RENSTRA) yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional (RENOP), yang kemudian dijabarkan pula dalam betnuk program kerja dan proyek tahunan.
b. Rencana strategis berorientasi pada jangkauan masa depan, untuk organisasi profit kurang lebih sampai 10 tahun mendatang, sedangkan untuk organisasi non-profit khususnya di bidang pemerintahan untuk satu generasi kurang lebih untuk 20-30 tahun, misalnya Negara Indonesia sebagai sebuah organisasi non-profit berskala besar merumuskan rencana strategiknya dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Sedangkan rencana operasionalnya ditetapkan untuk setiap lima tahun (REPELITA) sebagai rencana jangka sedang, dan terakhir dijabarkan menjadi rencana jangka pendek dalam bentuk progam dan proyek dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai rencana tahunan.
c. Visi, misi pemilihan strategi yang menghasilkan strategi induk (utama), dan tujuan strategik organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategic (RENSTRA), namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.
d. RENSTRA dijabarkan menjadi rencana operasional (RENOP) yang antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang, masing-masing juga sebagai keputusan manajemen puncak.
e. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan manajemen puncak karena sifatnya sangat mendasar/ prinsipil dalam pelaksaan seluruh misi organisasi, untuk mewujudkan, mempertahankan, dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk jangka panjangnya.
f. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyek-proyek untuk mencapai sasarannya masing-masing dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan (actualing), pelanggaran dan control. Hasilnya yang diperoleh berupa produk dapat berbentuk barang (pembangunan fisik termasuk pengadaan peralatan dan perlengapan kerja), jasa atau hasil yang bersifat nonfisik (pembinaan mental spiritual/ keagamaan, pengembangan kebudayaan, tertib hukum, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat dan lain-lain), dalam melaksanakan pelayanan umum (public service) dan cara memberikan pelayanan seperti kecepatan, kemudahan, keterlibatan, kenyamanan, ketepatan waktu dan lain-lain yag memuaskan bergai pihak/ rakyat yang dilayani. Berdasarkan karakteristik dan komponen manajemen strategic sebagai sistem, terlihat banyak faktor yang mempengauhi tingkat intensitas dan formalitas pengimplementasiannya di lingkungan suatu organisasi non profit. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah ukuran besarnya organisasi, gaya manajemen dari manajer puncak, kompleksitas lingkungan ideology, sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, termasuk kependudukan, peraturan pemerintah dan lain-lain, sebagai tantangan kesternal. Tingkat intensitas dan formalitas itu dipengaruhi juga oleh tantangan internal, antara lain berupa kemampuan menterjemahkan strategi menjadi proses atau rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan sebagai pelayanan pekerjaan sebagai pelayanan umum (public service) yang efektif, efisien, dan berkualitas (di bidang pendidikan misalnya menetapkan metode/ sistem instruksional, sumber-sumber belajar, media pembelajaran dan alin-lain). Karakter masalah yang dihadapi organisasi ternyata berbeda-beda, terutama mengenai jumlah dan kualitas SDM, teknologi yang dimiliki, Sistem Informasi Manajemen (SIM), data kuantitatif dan kualitatif dan lain-lain.
2. Dimensi-Dimensi Manajemen Strategik
Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya manajemen strategic memiliki beberapa dimensi atau bersifat multi dimensional. Dimensi-dimensi di maksud adalah :
a. Dimensi Waktu atau Orientasi Masa Depan
Manajemen strategic dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi organisasi yang akan diwujudkan dalam 10 tahun atau lebih di masa depan. Visi dapat diartikan sebagai kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi di masa depan. Sehubungan dengan hal itu Lonnie Helgersau yang dikutip oleh J. Salusu mengatakan bahwa “Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (anggota organisasi). Visi mempunyai kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang (anggota organisasi) untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak (pucuk pimpinan) organisasi. J. Salusa juga mengutip pendapat Naisibit, yang mengatakan bahwa: “Visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang dicapai berikut rician dan instruksi setiap langkahuntuk mencapai tujuan. Suatu visi dikatakan efektif jika sangat diperlukan dan memberikan kepuasan, menghargai masa lalu sebagai pengantar masa depan”. Sedangkan menurut Kotler yang juga dikutip oleh J. Salusa dikatakan bahwa: “Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditaggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita masa depan”. Dengan demikian secara sederhana visi organisasi dapat diartikan sebagai sudut pandang ke masa depan dalam mewujudkan tujuan strategic organisasi, yang berpengaruh langsung pada misinya sekarang dan di masa depan.
Sehubungan dengan itu misi organisasi pada dasarnya berarti keseluruhan tugas pokok yang dijabarkan dari tujuan strategic untuk mewujudkan visi organisasi. Dengan kata lain misi organisasi adlaah bidang/ jenis kegiatan yang akan dijelajahi atau dilaksanakan secara operasional untuk jangka waktu panjang oleh sebuah organisasi dalam merealisasikan tujuan strategiknya, juga setelah secara keseluruhannya tercapai berarti visi organisasi juga terwujud. Misi organisasi dengan mudah diketahui melalui jawaban atas pertanyaan: “Apa kegiatan yang sedang atau segera dilaksanakan secara operasional di lingkungan sebuah organisasi”? Untuk itu diperlukan kemampuan memprediksi masa depan dalam bidang yang menjadi tugas pokok (misi) organisasi. Hasil prediksi itu dijadikan bahan untuk merumuskan visi, sebagai kondisi ideal yang ingin diwujudkan, sehingga jika dibandingkan dengan kondisi organisasi yang sekarang akan terlibat adanya kesenjangan (gap) yang harus diatasi dengan melaksanakan misi organisasi. Kondisi sekarang hanya dapat diketahui dengan melakukan evaluasi diri, melalui analisis swot untuk memperoleh gambaran atau mengungkapkan kekuatan, kelemahan, kesempatan/ peluang yang dimiliki dan hambatan yang dihadapi organisasi pada pasa sekarang dalam melaksanakan misinya. Misi yang dirumuskan dalam rencana strategic (RENSTRA) sebagai kegiatan yang akan dilakukan dalam mengatasi kesenjangan (gap) tersebut di atas, berisi program-program berkelanjutan dan proyek-proyek yang terpisah-pisah untuk jangka waktu panjang. Program dan proyek tersebut ditetapkan berdasarkan analisis Swot dengan memilih yang paling besar peluang atau kesempatannya untuk berhasil jika dilaksanakan sesuai dengan kekuatan yang dimiliki, dan kelemahan serta hambatannya paling ringan/ kecil.
b. Dimensi Internal dan Eksternal
Dimensi internal adalah kondisi organisasi nonprofit pada saat sekarang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan, yang harus diketahui secara tepat, untuk merumuskan RENSTRA yang berjangka panjang. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan evaluasi diri antara lain dengan menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistic, menggunakan data kuantitatif yang tersedia di dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM). Namun kerapkali data kuantitatif tidak memadai, karena lemahnya SIM dalam mencatat, mencari, melakukan penelitian dan mengembangkan data pada masa lalu. Oleh karena itu, evaluasi diri tidak boleh tergantung sepenuhnya pada data kuantitatif, karena dapat juga dilakukan dengan analisis kualitatif dan sebagian lagi data/ informasi kualitatif, baik yang tersedia maupun belum tersedia di dalam SIM.
Untuk itu analisis kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang salah satu diantaranya dengan menggunakan analisis Swot (Strengths Weaknesses Opportunities Threats : kekautan, kelemahan, kesempatan, hambatan). Kondisi internal organisasi nonprofit yang perlu dianalisis untuk perlu diketahui keadaannya secara tepat antara lain tentang SDM dari sefi kuantitatif dan kualitatif, teknologi termasuk sarana dan prasarana, sistem penganggaran dan prediksi anggaran yang tersedia, peraturan-peraturan internal yang mendukung dan menghambat sikap dan komitmen manajemen puncak dan lain-lain. Analisis internal atau evaluasi diri ini tidak dilakukan sekali untuk selama-lamanya, tetapi harus dilakukan secara berkesinambungan, sekurang-kurangny setelah melaksanakan setiap RENOP untuk mengetahui pencapaian sasarannya, sebagai masukan dalam mengenali kondisi organisasi dalam rangka merumuskan dan melaksanakan RENOP berikutnya.
Analisis eksternal dilakukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, hambatan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dan proyek untuk jangka panjang, sedang, dan pendek.
Dimensi lingkungan eksternal pada dasarnya merupakan analisis terhadap lingkungan sekitar organisasi nonprofit yang terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan nasional, dan lingkungan global (internasional), yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, seperti kondisi sosial politik, sosial, ekonomi, sosial budaya, kependudukan, kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, adapt-istiadat, agama, dan lain-lain.
Pengimplementasian manajemen strategic perlu mengidentifikasi dan mendayagunakan kelebihan ataukekuatan dan mengatasi hambatan atau kekuatan organisasi, dalam memanfaatkan peluang atau kesempatan yang diidentifikasi terdapat di lingkungan eksternal untuk mewujudkan misinya melalui RENSTRA dan RENOP. Bersamaan dengan itu, juga harus mengidentifikasi dan mendaya gunakan kelebihan atau kekuatan dan mengatasi kelemahan atau hambatan yang dimiliki dalam menghadapi dan menghindari hambatan atau tantangan yang diidentifikasi terdapat dilingkungan eksternal.
Implementasi manajemen strategic dalam menghadapi lingkungan eksternal seperti itu penting bagi organisasi nonprofit di bidang pemerintahan khususnya yang mengelola/ yang mengendalikan dan melaksanakan secara operasional sistem pendidikan nasional, karena tugas pokoknya adalah pelayanan umum (public service) dan melaksanakan pembangunan, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan lingkungan eksternal. Emua organisasi nonprofit bukan sebuah pulau yang tidak memberikan reaksi/ respon terhadap deburan ombak betapapun besarnya. Lingkungan eksternal yang sangat sensitive dan responsive terhadap organisasi nonprofit di bidang pemerintahan dalam melaksanakan misinya, harus ditanggapi dan dilayani secara responsive pula, antara lain dengan menggauli, memperbaiki, menyempurnakan, meningkatkan atau menyesuaikan program-program dan proyek-proyek di dalam RENSTRA dan RENOP agar tujuan strategiknya dapat diwujudkan.
c. Dimensi Pendayagunaan Sumber-Sumber
Manajemen strategic sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi-fungsi manajemen kea rah tercapainya sasaran yang ditetapkan di dalam setiap RENOP, dalam rangka mencapai tujuan strategi melalui pelaksanaan misi untuk mewujudkan visi organisasi non profit. Sumber daya tersebut terdiri dari sumber daya material khususnya berupa sarana prasarana, sumber daya financial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program dan proyek, sumber daya manusia, sumber daya teknologi, dan sumber daya informasi, semua sumber daya ini sebenarnya dapat di kategorikan sebagai bagian dimensi internal, yang dalam rangka evaluasi diri atau evaluasi internal, harus diketahui secara tepat kondisinya, baik melalui analisis kuantitatif maupun analisis kualitatif atau analisis SWOT. Analisis SWOT atau analisis lainnya mengenai dimensi pendayagunaan sumber-sumber (analisis internal) sebagai evaluasi diri dan analisis eksternal pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada organisasi profit utama, misalnya dilingkungan pemerintahan di bidang pendidikan tidak sekedar dilakukan pada tingkat departemen sebagai pengendalian dan pengelola sistem pendidikan nasional. Analisis sumber daya internal dapat dilakukan pada semua jenjang dan jenis organisasi pelaksanaan operasionalnya, seperti pada tingkat Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Perguruan Tinggi, Fakultas, Kantor Wilayah Propinsi, Kantor Departemen Kota/ Kabupaten, dan Sekolah. Hasil analisis itu untuk organisasi nonprofit yang berdasarkan jenjangnya memiliki tugas pokok yang sangat besar pengaruhnya pada eksistensi organisasi nonprofit bawahannya, dapat digunakan untuk menyusun rencana strategic dan rencana operasional, seperti pada jenjang Departemen dan organisasi nonprofit bawahannya ditingkat pusat. Demikian pula untuk organisasi pelaksanaan operasional sistem pendidikan nasional jenjang perguruan tinggi dan kantor wilayah.Sedang pada non profit jenjang bawahannya seperti falkutas jurusan atau sekolah hasil analisis iternal atau evaluasi diri dan analisi eksternal( tidak termasuk analisi global) dapat di gunakan langsung untuk menyusun rencana tahunan , yang isinya terdiri dari program-program tahunan secara berkelanjutan dan proyek yang pelaksanaannya tergantung pada keputusan dan kebijakan ( persetujuan ) organisasi non profit atasannya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat di bedakan penggunaan hasil analisis internal dan eksternal dalam realisasi manejemen strategi melalui penyusunan perencanaan, khususnya di lingkungan organisasi non protif bidang pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Hasil analisis internal; dan eksternal (local, nasional global) di gunakan sebagai masukan dalam merumuskan rencana strategi dan rencana operasional pada Departemen. Selanjutnya melalui pelimpahan wewenang dan tanggung jawab berdasarkan pembagian tugas pokok yang prinsipil secara tuntas, maka kedua hasil analisis tersebut juga di gunakan sebagai masukan untuk merumuskan RENSTRA dan RENOP organisasi jenjang sekretariat jendral , Direktorat jendrsl, Inspektorat jandral, Direktorat, perguruan tinggi , dan kantor wilayah.
2. Hasil analisi internal dan eksternal (tidak termasuk lingkungan global) jenjang biro pada Sekretariat jendral dan Direktorat pada Direktorat jendral, fakultas dan jurusan, Kantor Departeman /Kota, dan Kecamatan termasuk sekolah di gunakan secara langsung untuk menyusun program- program tahunan sebagai implementasi RENOP dan kebijakan organisasi non profit atasannya.
d. Dimensi Keikutsertaan Menejemen Puncak
Dimensi strategi yang di mulai dengan menyusun Rencana Strategi merupakan pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensinya sesuai dengan visinya dapat di wujutkan baik pada organisasi yang bersifat profit maupun non profit. Rencana Strategi harus mampu mengakomodasikan seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruhpada eksitensinya di masa depan merupakan wewenang dan tanggung jawab manejen puncak. Oleh karena itu rencana strategi sebagai keputusan utama yang prinsipil itu, tidak saja di tetapkan dengan mengikutsertakan , tertapi harus di lakukan secara proaktif oleh menejen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikan nya merupakan tanggung ajawabnya sebagai pimpinan tertinggi, meskipun kegiatan nya di limpahkan pada organisasi dan /atau satuan/ unit kerja yang relevan. Misal menyusun GBHN sebagai strategi Negara harus mengikutsertakan Presiden menejen puncak yang bertanggungjawab melaksanakannya, meskipun kegiatannya sesudah/sebelum si tetapkan di nlimpahkan pada mentri sebagai pimpinan puncak departemen berfungsi sebagai pembantupresiden dalam menjalankan pemerintah dan pembangunan berdasarkan GBHN.
e. Dimesi Multi Bidang
Menejen Strategi sebagai sistem pengimplementasikannya harus didasari dengan menempatkan organisasi sebagai satu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat menyusun RENSTRA dan RENOP jika tidak memiliki keterikatan dan ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan.Dalam kondisi sebagai organisasi bawahan berarti tidak memiliki kewenangan penuh memilih dan menetapkan visi, misi, tujuan, dan strategi. Di lingkungan organisasi non profit bidang pemerintahan, berarti RENSTAR dan RENOP hanya dapat di buat pada Tingkat Departen yang tidak memiliki lagi organisasi atasan, meskipun dapat di pecahkan dengan melimpahkan kewenangan dan tanggung jawab sepenuhnya pada Ditjen ,Setjen, Irjen sesuai dengan bidang masing- masing dalam menyusun RENSTAR dan RENOP. Organisasi non profit bawahannya sampai ke sekolah hanya berperan sebagai penyusun RENOP dan program tahunan , dengan kekecualian pada Perguruan Tinggi sebagai salah satu organisasi non profit pelaksana operasional sistem pendidikan nasional, karena kewenangan dan tanggung jawabnya di bidang edukatif/ akademik berada sepenuhnya pada Rektor, sehingga memungkinkan untuk merumuskan RENSTAR dan RENOP, berisi visi, misi, tujuan strategi, dan memilih atau menetapkan sendiri strateginya. Sedang isi RENSTAR dan RENOP dalam bidang non akademik atau bidang administrasi dan pembangunan tetap terikat pada RENSTAR dan RENOP Dirjen PendidikanTinggi sebagai organisasi atasannya. (misalnya tidak terdapat kebebasan manmbah dan mengurangi jumlah dosen, bahkan yang terkait dengan bidang akademik seperti peningkatan kualitas dosen kualitas pendayagunaan tehnologi bidang pendidikan). Demikian pula di sekolah bahkan tidak dimiliki kebebasan dalam bidang akademik/ edukatif karena terikat pada kurikulum nasional yang sebagai pelaksana tidak mungkin merumuskan RENSTAR.
3. Memilih dan Menetapkan Strategi dalam Manejen Strategi Organisasi Non Protif.
Dalam rumusan RENSTAR dan RENOP sebuah organisasi non protif perlu di tetapkan strategi yang akan di gunakan dalam usaha mencapai tujuan strategi untuk mewujudkan visinya. Pengertian Strategi secara sederhana dapat di artikan sebagai cara, kiat, teknik dalam melaksanakan misi untuk mencapai tujuan strategik.Sehubungan dengan itu perlu di perjelas pula pengertian visi yang di artikan sebagai konkritisasi cita- cita berdasarkan pandangan hidup tertentu untuk mewujudkan kondisi organisasi yang lebih baik dan sekat di masa depan, melalui pelaksasan keseluruhan tugas pokoknya sebagai misi. Sengan kata lain visi adalah kondisi ideal organisasi non profit yang akan di wujudkan sebagai eksistensinya di masa depan. Misalnya secara umum bagi organisasi non protif di bidang pendidikan di rumuskan visi dalam kalimat: “Dinas Pdan K hadir di tengah masyarakat untuk memberikan pelayan umum (public service) dan pembangunan berkualitas sebagai Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa”.Sedang misi adalah keseluruhan tugas pokok sebagai volume dan beban kerja, untuk mangisi kesenjangan kondisi organisasi non protif pada masa sekarang (hasil evaluasi diri) dengan kondisi ideal organisasi yang di wujudkan di masa sekarang (visi) Untuk melaksanakan misi tersebut dalam manejen strtegik perlu di pilih dan di tetapkan strategi yang paling tapet.Untuk memilih dan menetapkan strategic banyak teknik yang dapat di gunakan , antara lain adalah:
a. Teknik Matrik Faktor Internal dan Eksternal (The Internal and Eksternal Factor Matrix) , yang di lakukan dengan analisis dan evaluasi untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan serta mengkaji peluang dan hambatan yang di hadapi dalam melaksanakan suatu misi, bai yang ber sumber pada faktor dalam maupun di luar organisasi non protif.
b. Teknik Matrik Propil Kopentitif (The Comtitive Profile Matrix 0, yang di lakukan dengan mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan organisasi non protif lainnya yang sejenis, agar dapat di kalahkan reputasinya atau di adaptasi strateginya dalam memberikan pelayanan umu dan melaksanakan pembangunan.
c. Teknik Matrik Meperkuat dan Mengevaluasi Posisi ( The Strateghs Position and Evaluation Matrix), yang di lakukan deang mencocokan kemampuan sumber daya internal yang dimiliki ( kinerja organisasi) untuk memperkuat posisi dengan peluang yang ada, dan mengatasi/ menghindari resiko faktor eksternal.
d. Teknik Matrik dari Kelompok Konsultan Boston (The Boston Contulting Group Matrix), di lakukan dengan menetapkan strategi yan berbeda- beda untuk setiap biro atau Departen atau bdang sebagai unit/ satuan kerja ( misalnya Fakultas).
e. Teknik Matrik Strategi Induk / Utama ( The Grand Strategy Matrix), yang di lakukan denga menetapkan posisi yang kompetitif di ukur dari tingkat keunggulan / keberhasilan maksimum yang di capai. Teknik analisis stratehi tersebut di atas pada umumnya di gunakan di lingkungan organisasi protif,namun dapat di adaptasi oleh organisasi non protif dalan usaha memilih dan menetapkan dan menetapkan strateginya sebagai usaha mewujudkan visinya.
Beberapa strategi hasil analisis dengan menggunakan teknik- teknik tersebut, yang dapat di pilih dan di tetapkan sebagai strategi organisasi non protif khususnya di bidang pendidikan adalah berikuit:
1. Strategi Agresif
Strategi ini di lakukan dengan membuat program- program dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (actor) medobrak penghalang , rintangan , atau ancaman untuk mencapai keunggulan / pretasi yng di targetkan..
2. Strategi Konserpatif
Strategi ini di lakukan dengan membuat program- program dan mengatur langkah- langkah atau tindakan (actor) denga cara yang sangat berhati-hati di sesuaikan dengan kebiasan yang berlalu.
3. Strategi Dintensif(Strategi bertahan)
Strategi ini di lakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (actor) untuk mempertahankan kondisi keunggulan dan potensi yang sudah di capai.
4. Strategi Kopetitif
Strategi ini di lakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkah- langkah atau tindakan (actor) untuk mewujudkan keunggulan yang melebihi organisasi non protif lainnya yang sama posisi dan jenjangnya sebagai aparatur pemerintah.
5. Stratewgi Inovatif
Strategi ini di lakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan ( actor), agar organisasi non protif selalui tampil sebagai pelopor pembaharuan daloan bidang pemerintahan khususnya di bidang tugas pokok masing-masing sebagai keunggulan atau potensi.
6. Strategi Difertifikasi
Strategi ini di lakukan dengan membuat program- program, proyek dan mengstur langkah- langkah atau tindakan (actor) berbeda dari strategi yang biasa yang di lakukan sebelumnya, atau berbeda dari strategi yang di pergyunakan organisasi dalam memberikan pelayanan umum dan melaksasnakan pembangunan.
7. Strategi Preventif.
Strategi ini di lakukan dengan membuat program- program dan mengatur langkah- langkah atau tindakan (actor) untuk mengoreksi dang memperbaiki kekliruan , baik yang di lakukan oleh oegansasi sendiri maupun yang di perintahkan organisasi atasan.
Disamping semua strategi tersebut di atas , di lingkungan organisasi non protif mungkin pula di pergunakan alternative dalam kelompok strategi lain, sebagai man di wakilkan berikut ini:
a. Strategi Reatif.
Strategi ini dalam membuat program-program, proyek, mengatur langkah,tindakan (actor) bersikap menunggu dan hanya memberikan tanggapan jika telah memperoleh petunjuk , pengarahan , pedoman pelaksanan, dan lain dari organisasi atasanya.
b. Strategi Oposisi.
Strategi ini dalam membuat program,proyek , mengatur langkah/ tindakan (actor) bersikap menolak dan menentang atau kurang-kurangnya menunda pelaksanan setiap perintah, petunjuk dan lain-lain dari organisasi atasannya.
c. Strategi Adaptasi.
Strategi ini dengan mengadaptasikan dari organisasi non protif lain. Pada umumnya organisasi ini harus mengimplementasikan peraturan perundangan, petunjuk, pedoman dan lain- lain.
d. Strategi Ofensif.
Stratehi ini berusaha memanfaatkan semua dan setiap peluang baik sesuai maupun tidak sesuai dengan pedoman, pengarahan dan lain-lain dengan organisasi atasan.
e. Strategi Menarik diri.
Strategi ini cenderung menghindari untuk membuat program,proyek, sebagainya di karenakan beberapa sebab, di antaranya karena menghiindari dari tanggung jawab yang berat. Organisasi ini memilki kinerja yang relative rendah dan takut gagal.
f. Strategi kontijensi.
Strategi sebagai cara pemecahan masalah, dengan memilih alternative yang paling menguntungkan atau terbaik di antar berbagai alternative sesuai dengan petunjuk dan pedoman dari organisasi atasannya.
g. Strategi Pasif.
Strategi ini dengan mengikuti perintah , petunjuk, pedoman , pengarahan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Tidak semua dan setiap Stratehik tersebut di atas dapat mewujudkan keunggulan berupa prestasi yang di inginkan sebuah organisasi non protif . Strategtik ini harus di pilih yang paling sesuai ,berdasarkan hasil analisi internal dan eksternal .Misalnya sebuah fakultas dadakan pernah mampu meningkatkan kualitasnya jika memilih strategi bertahan dengan hanya menggunakan kurikulum inti ,karena fasilitas dan dosennya terbatas.untuk itu harus di pilih strategi lain seperti strategi ofensif dengan memanfaatkan peluang menggunakan dosen tidak tetap dan mencari bantuan fasilitas dari masyarakat sekitar, sambil mengirim dosen untuk meningkatkan profesionalitasnya dengan mengikuti study lanjut di dalam dan di lur\ar negeri.
4. Keunggulan dan Manfaat Manejen Strategi Bagi Organisasi non Protif.
Pengumplementasian dan manejen Strategik melalui perumusan RENSTAR danRENOP dengan menggunakan Strategi tertntu dalam melaksanakan fungsi-fungsi manejen ,dan mewujudkan tugas pokok di lingkungan sebuah organisasi non protif harus di ukur dan di nilai keunggulannya, serta akan di ketahui pula manfaatnya.
Keunggulan dan Manfaat Manejen Strategik akan di batasi dengan berikut ini:
a. Keunggulan Implementasi Manejen Strategik
Manajemen strategic berada dan populer di lingkungan organisasi non protif dalan bentuk badan usaha (perusahaan dan industri) pengimplementasiannya di lingkungan organisasi non profit di bidang pendidikan pada dasarnya merupakan paradigma baru yang terus dikembangkan, karena memungkinkan untuk mewujudkan keunggulan organisasi melalui kondisinya sebelum mengimplementasikan manajemen strategic. Keunggulan implementasi manajemen strategic di lingkungan organisasi non profit dapat dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur sebagai berikut:
1) Profitabilitas
Keunggulannya bahwa seluruh pekerjaan diselenggarakan secara evektif dan efisien, dana hemat dan tepat, sehingga diperoleh profit berupa tidak terjadi pemborosan.
2) Produktifitas tinggi
Keunggulannya bahwa jumlah pekerjaan yang diselesaikan cenderung meningkat, kesalahan dan kekeliruan dalam bekerja semakin berkurang.
3) Posisi kompetitif
Keunggulan ini terlihat pada eksistensi non profit yang diterima, dihargai dan dibutuhkan masyarakat, sehingga setiap peraturan yang ditetapkan selalu dipatuhi dan sebagainya.
4) Keunggulan teknologi
Semua tugas pokok dan pelayanan umum berlangsung lancar, cepat, tepat waktu, sesuai kualitas, karena mampu mengadaptasi perkembangan dan kemajuan teknologi mutakhir.
5) Keunggulan SDM
Di lingkungan organisasi non profit dikembangkan budaya organisasi yang menempatkan manusia sebagai faktor sentral atau sumber daya penentu organisasi. Oleh sebab itu SDM perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikapnya terhadap pekerjaan.
6) Iklim kerja
Hubungan kerja formal dan informal antar personil terwujud hubungan yang harmonis sesuai posisi, wewenang dan tanggung jawabnya.
7) Etika dan tanggung jawab sosial
Dalam bekerja dikembangkan etika dan tanggung jawab sosial yang tinggi, dengan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Manfaat manajemen strategi
Dalam pengimplementasian manajemen strategic di lingkungan organisasi non profit terdapat beberapa manfaat yang dapat memperkuat usaha untuk mewujudkannya secara efektif dan efisien. Manfaat utama yang dapat dipetik adalah : “Manajemen strategic dapat mengurangi ketidakpastian dan kekomplekan dalam menyusun perencanaan sebagai fungsi manajemen, dan dalam proses perencanaan pekerjaan dengan menggunakan semua sumber daya yang secara nyata dimiliki melalui proses yang terintegrasi dengan fungsi manajemen lainya, dan dapat dinilai hasilnya berdasarkan tujuan organisasi”.
1) Organisasi non profit sebagai organisasi kerja menjadi dinamis, karena RENSTRA dan RENOP harus terus menerus disesuaikan dengan kondisi realities organisasi (analisis internal), dan kondisi lingkungan (analisis eksternal) yang selalu bertambah karena pengaruh globalisasi.
2) Implementasi manajemen strategic melalui realisasi RENSTRA dan RENOP berfungsi sebagai pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, agar berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien.
3) Manajemen strategic diimplementasikan dengan memilih dan menetapkan strategi sebagai pendekatan yang logis, rasional, dan sistematis yang menjadi acuan untuk mempermudah perumusan dan pelaksanaan RENSTRA dan RENOP.
4) Manajemen strategic dapat berfungsi sebagai sarana dalam mengakomodasikan gagasan, kreatifitas, prakarsa, inovas, dan ingformasi baru serta cara merespon perubahan dan perkembangan lingkungan operasional, nasional, dan global, pada semua pihak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab.
5) Manajemen strategic sebagai paradigma baru dalam lingkungan organisasi non profit, dapat mendorong perilaku proaktif semua pihak untuk ikut serta sesuai posisi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
6) Manajemen strategic dalam organisasi non profit menuntut semua yang terkait untuk ikut berpartisipasi, berdampak pada meningkatnya peranan ikut memiliki (sence of belonging), perasaan ikut bertanggung jawab (sence of revosibility), dan perasaan untuk ikut berpartisipasi (sence of partisipation). Dengan kata lain manajemen strategic khususnya dilingkungan organisasi non profit berfungsi pula dalam mempersatukan sikap bahwa keberhasilan bukan sekedar untuk manajemen puncak, tetapi merupakan keberhasilan bersama atau untuk keseluruhan organisasi dan bahkan untuk masyarakat yang dilayani.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian sebagaimana yang telah disebutkan di atas dapatlah disimpulkan bahwa setiap usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana yangtelah ditetapkan, maka semua organisasi yang bergerak di bidang dunia usaha atau perusahaan industri (profit), maupun bagi organisasi yang bergerak di bidang pelayanan umum, jasa (public service) yang juga dikenal dengan sebutan organisasi non profit, eksistensi manajemen strategic sangat-sangat diperlukan dalam implementasinya. Sebab dengan mengimplementasi manajemen strategic yang merupakan paradigma baru bagi organisasi non profit, maka akan diperoleh banyak manfaat dan keunggulan dalam meraih prestasi/ produktifitas (profit). Meskipun manajemen strategic bukan merupakan satu-satunya sarana untuk mencapai sukses sesungguhnya, kesuksesan dan keberhasilan suatu organisasi non profit tergantung pada SDM atau pelaksanaannya, bukan pada pelaksanaannya manajemen strategic sebagai sarana. SDM sebagai pelaksana harus terdiri dari personel yang professional, memiliki wawasan yang luas dan yang terpenting adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral dan atau etika untuk tidak menggunakan manajemen strategic demi kepentingan diri sendiri, kelompok, atau segelintir pihak tertentu.
Keberhasilan dalam mengimplementasikan manajemen strategic sangat tergantung pada jajaran manajemen di dalam organisasi. Keutamaan puncak pimpinan atau manajer puncak. Ketergantungan itu terutama dari sudut moral/ etika dalam melaksanakan tugas pokoknya, yang harus didasari norma-norma kejujuran, keterbukaan, kebersamaan, pengabdian, keadilan tanpa perilaku diskriminasi dan lain-lain dan bukan sebaliknya didasari norma-norma secara umum disebut kolusi, korupsi, dan nepotisme. Norma-norma yang bersumber dari filsafat/ pandangan hidup manajer puncak dan jajarannya itu, jika berkembang secara intensif dan menjadi dominant, secara disadari atau tidak akan membentuk budaya organisasi yang dapat memperlancar sebaliknya menghambat organisasi non profit dalam mengimplementasikan manajemen strategi. Untuk itu perlu ditekankan bahwa manajemen strategic hanya mungkin dilaksanakan secara intensif dan berhasil secara maksimal di dalam budaya organisasi yang positif, yang tampil dalam perilaku manajer puncak dan jajarannya, bukan sekedar dari ucapan atau janji-janjinya.
Dengan demikian suatu organisasi profit maupun non profit, bila ingin mencapai suatu tujuan hendaknya harus menerapkan pola manajemen strategic yang tersusun dengan program-program dan kegiatan yang dirumuskan dalam RENSTRA dan RENOP, SDM yang berkualitas, pemanfaatan sarana dan prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat guna, terciptanya suasana kerja yang harmonis, pola kerja yang inovatif, kreatif, efektif dan efisien, serta bersifat partisipatif dengan ikut merasa memiliki, ikut bertanggung jawab, dan peran serta untuk ikut berpartisipasi. Dari sinilah suatu organisasi profit maupun non profit akan dapat memperoleh hasil kerja/ produktifitas yang memadai dan memenuhi kualitas produk (keunggulan).


Memahami Perkembangan Kita
Orang bilang, masa remaja itu masa yang paling indah, ekspresif, produktif. Tapi, kita juga dibilang sok tau, seenaknya, dan kurang bisa menghormati orang dewasa. Jadi, kita sebenarnya gimana, sih?
Ada berbagai aspek perkembangan yang kita alami, antara lain berkaitan dengan aspek sosial, emosional, konsep diri, heteroseksual dan kognitif. Yuk kita bahas satu-satu.
<>
Perkembangan sosial
Semula kita memang bertingkah laku sebagai anak-anak, ketika kita dalam tahap usia anak-anak, kemudian menjadi remaja lalu serta-merta orang dewasa memosisikan kita bisa berperilaku dewasa, menyesuaikan diri dengan peran-peran dewasa dan melepaskan diri dari peran-peran sebagai anak-anak. Di sinilah titik pangkal yang menyebabkan kita berada dalam kondisi yang sulit. Maka, timbullah kebutuhan kita, misalnya akan identitas diri, individualitas bahkan kebutuhan akan kemandirian. Nah, ketika kebutuhan tersebut muncul dan orang dewasa tidak memahaminya, lagi-lagi inilah yang sering menjadi sumber permasalahan kita dengan orang dewasa atau lingkungan kita.
Kita mungkin pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi benturan nilai teman-teman dengan ortu. Rasanya sudah enggak sabar ingin lepas dari pengaruh ortu, berusaha mandiri, dan punya keputusan sendiri. Misalnya memutuskan untuk tampil cool dengan ikutan merokok bareng teman-teman lain. Padahal, merokok amat sangat dilarang oleh ortu.
Benturan nilai ini akan sering kita hadapi. Pada contoh yang lebih ringan adalah pemberlakuan jam malam. Kita mungkin harus sudah sampai rumah paling telat pukul sepuluh. Jadi, selamat tinggal party-party yang baru mulai pukul sepuluh malam. Sementara itu, banyak teman yang orangtuanya membolehkan mereka ikutan party sampai tamat.
"Perang dunia" menahun bakal terjadi, dan bukan enggak mungkin bakal kronis, jika kita bukan tipe anak yang punya hubungan hangat dengan orangtua. Hubungan itu malah akan membangun semangat saling mau mengerti antara kita dan ortu. Iyalah, ortu mana sih yang rela melepas anaknya pulang malam untuk datang ke acara (yang menurut mereka) enggak juntrung? Sebaliknya, anak mana sih yang enggak ngomel berat dilarang datang ke party paling cool sedunia sama ortunya?
Hubungan yang hangat dalam keluarga membuat kita mau menerangkan perasaan kita. Dan, ortu pun akan rela hati mendengarkan kita, juga mau menjelaskan alasan pelarangan itu dalam bahasa yang nyantai. Seringnya membuat kesepakatan antara kita dengan ortu, akan sangat membantu perkembangan diri kita. Termasuk perkembangan kehidupan sosial kita
Perkembangan emosi
Bentuk atau jenis emosi pada manusia itu ternyata banyak, misalnya; takut, khawatir, cemas, marah, sebal, frustrasi, cemburu, iri hati, ingin tahu, sayang, cinta benci dukacita, bahagia, dan masih banyak lagi. Lalu apa hubungannya dengan kita? Ternyata jenis atau bentuk emosi yang disebut tadi memiliki ciri-ciri perkembangan yang berbeda-beda dalam setiap tahapan perkembangan manusia. Dalam tahap remaja seperti kita sekarang ini ciri-ciri perkembangan emosi kita sebagai berikut:
• Lebih mudah bergejolak dan biasanya diekspresikan dengan meledak-ledak.
• Kondisi emosional yang muncul tadi berlangsung lama, sampai akhirnya kembali dalam keadaan semula.
• Emosi yang muncul sudah bervariasi, bahkan kadang bercampur-baur antara dua emosi yang (sebenarnya) bertentangan. Misalnya, benci dan sayang dalam satu waktu.
• Mulai muncul ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi (sayang, cemburu, dan sebagainya).
• Mudah tersinggung dan merasa malu, karena umumnya sangat peka terhadap cara orang lain memandang kita. Tapi ini juga sangat tergantung dari perkembangan konsep diri kita.
Lalu bagaimana sebaiknya kita menghadapinya? Agar semuanya terjadi secara wajar, kita perlu upaya pengendalian emosi ataupun juga menghindari beban emosi. Caranya:
• Kita harus belajar menghadapi segala situasi itu dengan sikap yang rasional.
• Kita juga harus menghindari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat membangkitkan emosional. Kalau mengalami sesuatu yang bikin marah atau sedih, jangan kebawa emosi dulu.
• Memberikan respons terhadap situasi dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebih-lebihan, proporsional sesuai dengan keadaannya, dengan cara yang bisa diterima lingkungan sosial kita.
• Mengemukakan emosi positif kita (senang, bahagia, sayang) dan juga yang negatif (sebal, sedih, marah) secara benar dan proporsional.
Perkembangan konsep diri
Konsep diri ini berkenan dengan perasaan dan pemikiran kita mengenai diri kita sendiri, karena atas penilaian sendiri maupun penilaian dari lingkungan sosial kita. Misalnya kalau kita enggak puas terhadap kondisi fisik, maka konsep diri menjadi buruk. Hal ini membuat kita merasa rendah diri. Begitu pula sebaliknya, konsep diri positif bila kita menilai fisik kita menarik dan sesuai dengan yang diinginkan. Kalau kita dinilai oleh orang lain, misalnya sebagai remaja yang bisa gaul, pandai dan hal-hal yang positif lainnya, maka semangat positif itu dapat meningkatkan konsep diri dan ke-PD-an kita.
Salah satu ciri dari perkembangan konsep diri kita sebagai remaja ialah cenderung negatif antara lain karena berkembangnya fisik yang cukup drastis, kadang juga kurang proporsional (badan memanjang tapi kurus, bulat gemuk, dan sebagainya), merasa selalu diperhatikan orang lain atau menjadi pusat perhatian orang lain, memiliki aspirasi yang tinggi tentang segala hal.
Perkembangan kognitif
Dalam perkembangan ini perilaku yang muncul, misalnya kritis (segala sesuatu harus rasional dan jelas), rasa ingin tahu yang kuat (perkembangan intelektual kita merangsang untuk harus mengetahui segala sesuatu, dalam tahap ini muncul keinginan untuk bereksplorasi) dan egosentris (segala sesuatu masih dilihat dari sudut pandangannya).Jadi, enggak usah terkaget-kaget dengan komentar orang dewasa terhadap diri kita, ya. Malah kalau perlu, beri mereka penjelasan bahwa beginilah perkembangan remaja. Bisa jadi, kita bakal terlihat lebih dewasa dibanding para orang dewasa itu.

Tidak ada komentar: